Beranda | Artikel
Fitnah Wanita Dan Anjuran Wanita Untuk Bersedekah Dan Beristighfar
Kamis, 26 September 2019

FITNAH WANITA DAN ANJURAN WANITA UNTUK BERSEDEKAH DAN BERISTIGHFAR

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas حفظه الله

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  أَنَّهُ قَالَ: يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ وَأَكْثِرْنَ الْاِسْتِغْفَارَ ، فَإِنِّـيْ رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ ، فَقَالَتِ امْرَأَةٌ مِنْهُنَّ جَزْلَـةٌ : وَمَا لَنَا ، يَا رَسُوْلَ اللهِ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ ؟ قَالَ : تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ ، وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ،وَمَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِيْنٍ أَغْلَبَ لِذِيْ لُبٍّ مِنْكُنَّ. قَالَتْ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَمَا نُقْصَانُ الْعَقْلِ وَالدِّيْنِ؟ قَالَ: أَمَّا نُقْصَانُ الْعَقْلِ فَشَهَادَةُ امْرَأَتَيْنِ تَعْدِلُ شَهَادَةَ رَجُلٍ، فَهٰذَا نُقْصَانُ الْعَقْلِ، وَتَمْكُثُ اللَّيَالِي مَا تُصَلِّي وَتُفْطِرُ فِيْ رَمَضَانَ فَهٰذَا نُقْصَانُ الدِّيْنِ.

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai wanita, bersedekahlah dan perbanyaklah beristighfar (mohon ampun kepada Allâh) karena sungguh aku melihat kalian sebagai penghuni neraka yang paling banyak.” Berkatalah seorang wanita yang cerdas di antara mereka, ‘Mengapa kami sebagai penghuni neraka yang paling banyak, wahai Rasûlullâh?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Karena kalian sering melaknat dan sering mengingkari kebaikan suami. Aku belum pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya yang lebih mampu mengalahkan laki-laki yang berakal dibandingkan kalian.’Wanita tersebut berkata lagi, ‘Wahai Rasûlullâh, apa (yang dimaksud dengan) kurang akal dan agama?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Kurang akal karena persaksian dua orang wanita setara dengan persaksian satu orang laki-laki, inilah makna kekurangan akal. Dan seorang wanita berdiam diri selama beberapa malam dengan tidak shalat dan tidak berpuasa pada bulan Ramadhan (karena haidh), inilah makna kekurangan dalam agama.’”

TAKHRIJ HADITS.
Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh Imam Muslim, no. 79 [132]); Ahmad (II/66-67); Abu Dawud (no. 4679), Ibnu Majah (no. 4003); at-Thahawy dalam Syarh Musykilil Âtsâr (no. 2727), dan al-Baihaqi (X/148).

Lihat Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr (no. 7980) dan Irwâul Ghalîl (I/205).

Hadits yang semakna dengan ini diriwayatkan juga oleh Imam al-Bukhâri, Muslim, Ahmad, dan lainnya dari shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu dan lainnya.

KOSA KATA HADITS.

  • مَعْشَر : Kelompok dengan suatu sifat tertentu, seperti sekolompok pemuda, sekelompok orang tua, sekelompok wanita dan sebagainya.
  • جَزْلَةٌ: Wanita yang berakal dan berilmu.
  • اللَّعْنُ : yang dimaksud dengan laknat yaitu menjauhkan dari rahmat Allâh.
  • تَكْفُرْنَ : Kalian (para wanita) kufur maksudnya durhaka terhadap suami.
  • الْعَشِيْر: Yang dimaksud dalam hadits ini adalah suami.
  • نَاقِصَاتُ عَقْلٍ وَدِيْنٍ : Wanita kurang akal dan kurang agamanya.
  • لُبٍّ: Yaitu berakal. Jamaknya adalah أَلبَاب (albâb). Yang dimaksud disini kesempurnaan akal.[1]

SYARAH HADITS.
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ

Wahai wanita, bersedekahlah!

Ash-shadaqah( اَلصَّدَقَةُ ) bahasa Arab yang bentuk jamak (plural)nya adalah shadaqât. Tashaddaqtu( تَصَدَّقْتُ ), artinya aku memberikannya sedekah. Orang yang bersedekah disebut mutashaddiq.

Sedangkan menurut istilah, shadaqah (sedekah) ialah pemberian yang diniatkan untuk mencari ganjaran pahala di sisi Allâh Azza wa Jalla .[2]

Al-‘Allâmah al-Ashfahani rahimahullah berkata, “Shadaqah ialah harta yang dikeluarkan oleh pemiliknya sebagai bentuk taqarrub, seperti zakat, namun, pada asalnya shadaqah itu digunakankan sebagai nama dari (pemberian) yang sunnah, sedangkan zakat untuk yang wajib.”[3]

Ibnu Manzhûr rahimahullah berkata, “Sedekah ialah apa yang diberikan kepada orang fakir karena Allâh.”[4]

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Disebut sebagai sedekah karena ia merupakan sebuah bukti atas kepercayaan pelakunya dan kebenaran (shidq) keimanannya, baik lahir maupun batin. Jadi, sedekah itu adalah keyakinan dan kebenaran imannya.”[5]

Banyak sekali ayat-ayat al-Qur’ân dan hadits-hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menganjurkan untuk berinfak dan bersedekah. Di antaranya Allâh Azza wa Jalla berfirman:

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allâh seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allâh melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allâh Mahaluas, Maha Mengetahui.” [Al-Baqarah/2:261]

Allâh Azza wa Jalla berfirman.

وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُمْ مِنْ نَذْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ ۗ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ ﴿٢٧٠﴾ إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ ۖ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۚ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Dan apa pun infak yang kamu berikan atau nadzar yang kamu janjikan maka sungguh, Allâh mengetahuinya. Dan  bagi orang yang zhalim tidak ada seorang penolong pun. Jika kamu menampakkan sedekah-sedekahmu, maka itu baik. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu dan Allâh akan menghapus sebagian kesalahanmu. Dan Allâh Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” [Al-Baqarah/2:270-271]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para wanita,

يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ وَلَوْ مِنْ حُلِيِّكُنَّ ، فَإِنَّكُنَّ أَكْثَرُأَهْلِ جَهَنَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

Wahai kaum wanita, bersedekahlah! Meskipun dengan perhiasan kalian. Sesungguh-nya pada hari Kiamat kalian adalah penghuni neraka Jahannam yang paling banyak.[6]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ ! لَا تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِـجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ

Wahai kaum Muslimah! Janganlah sekali-kali satu tetangga meremehkan pemberian sedekah kepada tetangganya walaupun hanya berupa ujung kuku kambing.[7]

Dari Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku:

لَا تُوْكِيْ فَيُوْكَى عَلَيْكِ

Janganlah kamu menyimpan hartamu (bakhil) sehingga Allâh akan menutupi rizkimu

Dalam riwayat lain disebutkan,

اِنْفَحِيْ، أَوِ انْضَحِيْ، أَوْ أَنْفِقِيْ، وَلَا تُحْصِيْ فَـيُحْصِيَ اللهُ عَلَيْـكِ ، وَلَا تُوْعِيْ فَيُوْعِيَ اللهُ عَلَيْكِ

Infakkan atau sedekahkan atau nafkahkanlah! dan janganlah kamu menghitung-hitungnya sehingga Allâh akan menghitung-hitung pemberian-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu menakar-nakarnya sehingga Allâh menakar-nakar pemberian-Nya kepadamu.[8]

Sedekah yang dilakukan dengan ikhlas akan menjaga seorang hamba dari panasnya alam kubur dan neraka. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:

إِنَّ الصَّدَقَةَ لَتُطْفِئُ عَنْ أَهْلِهَا حَرَّ الْقُبُوْرِ ، وَإِنَّمَا يَسْتَظِلُّ الْمُؤْمِنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِـيْ ظِلِّ صَدَقَتِهِ

Sesungguhnya sedekah itu memadamkan panasnya alam kubur bagi pelakunya. Dan sungguh, pada hari Kiamat, seorang Mukmin akan bernaung di bawah naungan sedekahnya.[9]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اِتَّقُوْا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

Lindungilah diri kalian dari neraka meskipun dengan (menyedekahkan) sebutir kurma. Jika tidak ada maka dengan kata-kata yang baik.[10]

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَأَكْثِرْنَ الْاِسْتِغْفَارَ

Dan perbanyaklah beristighfar (mohon ampun kepada Allâh)!

Istighfar adalah memohon ampun kepada Allâh atas dosa-dosa yang pernah diperbuat. Allâh Azza wa Jalla memerintahkan kepada setiap Mukmin dan Mukminah juga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk senantiasa beristighfar dan bertaubat kepada-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ

Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang patut diibadahi) selain Allâh, dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang Mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allâh mengetahui tempat usaha dan tempat tinggalmu.[Muhammad/47:19]

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا

Maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat. [An-Nashr/110:3]

وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

Dan  pada akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allâh).[Adz-Dzâriyât/51:18]

Setiap anak Adam itu pasti pernah berbuat dosa. Yang terbaik dari orang yang berbuat dosa yaitu yang memohon ampun kepada Allâh Azza wa Jalla dan bertaubat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْـخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ

Setiap anak Adam berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang bertaubat[11]

Dan Allâh berjanji akan mengampuni orang-orang yang memohon ampun dan bertaubat kepada-Nya.  Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَىٰ

Dan sungguh, Aku Maha Pengampun bagi yang bertobat, beriman dan berbuat kebajikan, kemudian tetap dalam petunjuk. [Thâhâ/20:82]

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Katakanlah, “Wahai para hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allâh. Sesungguhnya Allâh mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” [Az-Zumar/39:53]

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

فَإِنِّـيْ رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ…..تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ، وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ

Karena sungguh aku melihat kalian sebagai penghuni neraka yang paling banyak ….. Karena kalian banyak melaknat dan banyak mengingkari kebaikan suami

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan di sini tentang wanita secara umum, bukan yang dimaksud adalah para shahabat wanita Radhiyallahu anhum, karena mereka orang-orang terbaik ummat Islam. Maksudnya, yang paling banyak masuk neraka umumnya adalah para wanita

Mengingkari kebaikan suami merupakan dosa besar, karena ancaman di atas menunjukkan bahwa perbuatan tersebut termasuk dosa besar. Dalam hadits lain Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ. قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ، وَيَكْفُرْنَ الْإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا، قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ

“Aku telah diperlihatkan neraka, ternyata kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita, disebabkan kekufuran mereka.” Ada yang bertanya, ‘Apakah mereka kufur kepada Allâh? ’Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikannya, sekiranya kamu berbuat baik kepadanya selama setahun penuh, lalu ia melihat sesuatu yang tidak berkenan padamu, ia pasti berkata, ‘Aku sama sekali tidak melihat kebaikan padamu!’[12]

Tidak boleh bagi laki-laki dan wanita sering melaknat. Perbuatan ini juga termasuk dosa besar. Dalam hadits di atas, perbuatan ini dikaitkan dengan wanita, karena mereka sering sekali melaknat, mencaci maki dan lainnya. Begitu pula tidak boleh wanita mengingkari kebaikan-kebaikan suami, tidak boleh durhaka, tidak boleh membangkang pada suami. Wanita wajib bersyukur kepada suami serta wajib taat kepada suami, karena ketaatan wanita pada suami akan membawa ke surga.

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَمَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِيْنٍ أَغْلَبَ لِذِيْ لُبٍّ مِنْكُنَّ

Saya belum pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya yang lebib bisa mengalahkan laki-laki yang berakal daripada kalian

Hadits ini menunjukkan bahwa secara umum, wanita dapat mengalahkan suami/laki-laki yang pintar. Ini menunjukkan bahwa tipu daya wanita sangat besar. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ

Sesungguhnya tipu dayamu (wanita) benar-benar hebat [Yûsuf/12:28]

Wanita merupakan fitnah terbesar bagi laki-laki. Imam Badruddin Abu Muhammad Mahmud bin Ahmad al-‘Aini rahimahullah (wafat th. 855 H), yang terkenal dengan al-‘Aini, berkata, “Fitnah wanita adalah fitnah yang paling dahsyat dan paling besar.  Ini dikuatkan oleh firman Allâh Azza wa Jalla :

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allâh-lah tempat kembali yang baik. [Ali ‘Imrân/3:14]

Allâh Azza wa Jalla mendahulukan (penyebutan) mereka dari semua syahwat karena cobaan melalui mereka termasuk cobaan yang paling besar. Dan Allâh Azza wa Jalla mengabarkan bahwa di antara mereka ada yang menjadi musuh bagi kamu, Allâh Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ

Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka [At-Taghâbun/64:14][13]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللهَ مَسْتَخْلِفُكُمْ فِيْهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ، فَاتَّقُوْا الدُّنْيَا وَاتَّقُوْا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِىْ إِسْرَائِيْلَ كَانَتْ فِيْ النِّسَاءِ.

Sesungguhnya dunia ini manis dan indah. Dan sesungguhnya Allâh menguasakan kepada kalian untuk mengelola apa yang ada di dalamnya, lalu Dia melihat bagaimana kalian berbuat. Oleh karena itu, berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan wanita, karena fitnah pertama kali yang menimpa bani Israil adalah karena wanita[14]

Juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مَاتَرَكْتُ بَعْدِيْ فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ.

Tidak ada fitnah yang aku tinggalkan setelahku yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada (fitnah) wanita[15]

Kelemahan laki-laki di hadapan wanita ini ditafsirkan oleh firman Allâh Azza wa Jalla :

وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا

Karena manusia diciptakan (bersifat) lemah. [An-Nisâ’/4:28]

Ibnu Hâtim rahimahullah berkata dalam Tafsîrnya[16] berkaitan dengan ayat ini dengan dua sanad, salah satunya shahih dari Thâwus rahimahullah, ia berkata, “(Manusia diciptakan lemah) dalam urusan wanita, yaitu mereka (laki-laki) tidak sabar atas wanita.” Waki’ rahimahullah berkata, “Hilang akalnya laki-laki di hadapan wanita.” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t juga membawakan atsar (riwayat) dari Thâwus, ia berkata, “Kecondongan jiwa terhadap wanita itu umum dalam tabiat semua anak Adam.[17]

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

أَمَّا نُقْصَانُ الْعَقْلِ فَشَهَادَةُ امْرَأَتَيْنِ تَعْدِلُ شَهَادَةَ رَجُلٍ فَهٰذَا نُقْصَانُ الْعَقْلِ

Adapun kurangnya akal karena persaksian dua orang wanita setara dengan persaksian seorang laki-laki, inilah makna kekurangan akal

Ini merupakan pemberitahuan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas apa yang terdapat di balik itu, yaitu apa yang Allâh beritahukan dalam al-Qur’ân:

فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ

Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya [Al-Baqarah/2:282]

Bahwasanya mereka sangat sedikit ketepatannya. Para Ulama berbeda pendapat tentang letak akal, sebagian mereka mengatakan akal terletak di hati. Dan sebagian mereka mengatakan bahwa letaknya di kepala. Wallâhu a’lam.[18]

Akal itu bisa bertambah dan bisa berkurang, seperti halnya keimanan yang juga dapat bertambah dan dapat berkurang. Penyebutan wanita sebagai orang yang kurang akal bukan sebagai celaan terhadap mereka, karena memang seperti itulah mereka diciptakan. Ini disampaikan untuk mengingatkan kaum pria agar berhati-hati, supaya tidak sampai terfitnah oleh kaum wanita. Karena itulah, siksaan dalam hadits disebabkan kedurhakaan mereka terhadap hak suami, bukan karena akalnya yang kurang.[19]

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

 وَتَمْكُثُ اللَّيَالِي مَا تُصَلِّي وَتُفْطِرُ فِيْ رَمَضَانَ فَهٰذَا نُقْصَانُ الدِّيْنِ

Dan seorang wanita berdiam diri selama beberapa malam dengan tidak shalat dan tidak berpuasa pada bulan Ramadhan (karena haidh), inilah makna kekurangan dalam agama.

Adapun tentang maksud dari kurang agama yaitu mereka meninggalkan shalat dan shaum pada saat haidh.

Masalah kurangnya agama tidak terbatas pada sesuatu yang dapat menimbulkan dosa, namun lebih umum dari itu, sebagaimana dikatakan Imam an-Nawawi rahimahullah. Karena kekurangan di sini masih bersifat relatif. Seorang yang sempurna umpamanya, tetap akan dikatakan kurang jika dibandingkan dengan orang yang lebih sempurna. Seperti seorang wanita yang sedang haidh, tetapi tidak berdosa meninggalkan shalat pada masa haidh, tetapi kondisinya ini dikatakan kurang jika dibandingkan dengan orang yang mengerjakan shalat.[20]

FAWAA-ID HADITS

  1. Anjuran untuk bersedekah dan berbuat kebaikan.
  2. Sedekah dapat menjauhkan seseorang dari siksa dan dapat menghapus dosa yang terjadi antar sesama makhluk.
  3. Anjuran untuk banyak beristighfar dan melakukan ketaatan lainnya.
  4. Kufur nikmat hukumnya haram.
  5. Haramnya mengingkari hak suami karena yang demikian itu termasuk dosa besar, bahkan pelakunya mendapat ancaman neraka.
  6. Haramnya melaknat dan celaan terhadap orang yang melontarkan ucapan laknat. Laknat artinya mendo’akan seseorang agar dijauhkan dari rahmat Allâh.
  7. Berbuat kebaikan dapat menghapus kejelekan yang telah diperbuat.
  8. Penyebutan sebagian perbuatan maksiat dengan ‘kufur’ menunjukkan bahwa kufur (kekafiran) terbagi menjadi dua; kufur akbar (besar) dan kufur ashgar (kecil).
  9. Nasehat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kaum wanita menunjukkan bahwa Islam memberikan perhatian besar terhadap mereka.
  10. Boleh memberikan nasehat yang tegas dengan tujuan menghilangkan sifat-sifat yang tercela.
  11. Dianjurkan untuk memberikan nasehat kepada para imam (penguasa), pimpinan wilayah, dan tokoh-tokoh masyarakat, memperhatikan dan mengingatkan mereka agar mewaspadai perbuatan-perbuatan maksiat dan hal-hal yang bertentangan dengan agama, serta mendorong mereka untuk mengerjakan amal-amal kebaikan dan ketaatan.
  12. Boleh meminta penjelasan kepada Ulama tentang apa yang dikatakannya apabila hal itu belum jelas.
  13. Wanita secara umum memiliki kekurangan dalam hal ketepatan dan daya hafal.
  14. Meskipun wanita akalnya kurang, tapi ia bisa mengalahkan laki-laki yang pintar.
  15. Akal dapat berkurang dan bertambah, karena itu akal wajib tunduk kepada wahyu dan akal mempunyai keterbatasan.
  16. Iman dapat bertambah dan berkurang, bertambah dengan kebaikan dan berkurang dengan sebab dosa dan maksiat.
  17. Wanita memiliki kepekaan emosional yang sangat tinggi. Oleh karena itu, biasanya dia lebih banyak menggunakan perasaan daripada akalnya. Ini juga yang menyebabkan kurangnya akal mereka.[21]
  18. Allâh Azza wa Jalla sudah menetapkan bagi seluruh wanita anak Adam bahwa mereka mengalami haidh (menstruasi).
  19. Wanita yang haidh dan nifas (keluar darah setelah melahirkan) tidak boleh shalat dan puasa.
  20. Jika wanita haidh shalat dan puasa, maka shalat dan puasanya tidak sah.

MARAAJI’:

  1. Kutubus Sittah.
  2. Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.
  3. Al-Mustadrak.
  4. At-Ta’lîqâtul Hisân ‘ala Shahîh Ibni Hibbâ
  5. Syarh Musykilil Âtsâ
  6. Sunan Al-Baihaqi.
  7. Fat-hul Bâri, Darul Fikr.
  8. Umdatul Qâri’Syarh Shahîh al-Bukhâ
  9. Syarh Shahîh Muslim, Darul Fikr.
  10. Mufradât Alfâzhil Qur’ân.
  11. Shahîh al-Jâmi’ish Shaghî
  12. Irwâ-ul Ghalî
  13. Bahjatun Nâzhirî
  14. Sedekah Bukti Keimanan dan Penghapus Dosa, cet. Pustaka at-Taqwa.
  15. Taubat Kewajiban Seumur Hidup, cet. Media Tarbiyah.
  16. Dan lainnya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03-04/Tahun XVIII/1436H/2014M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Syarh Shahîh Muslim (II/66) dan Fat-hul Bâri (I/406)
[2] Lihat at-Ta’rîfât (hlm. 132) karya al-Jurjani rahimahullah
[3] Mufradât Alfâzhil Qur’ân (hlm. 480)
[4] Lisânul ‘Arab (VII/309)
[5] Syarh Shahîh Muslim (VII/48).
[6] Shahih: HR. At-Tirmidzi (no. 635), Ahmad (I/425, 433), al-Hâkim (IV/603), dan Ibnu Hibbân (no. 4234–At-Ta’lîqâtul Hisân) dari Zainab, istri Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhuma
[7] Muttafaq ‘alaih: HR. Al-Bukhâri (no. 2566) dan Muslim (no. 1030) dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu
[8] Muttafaqun ‘alaih: HR. Al-Bukhâri (no. 1433) dan Muslim (no. 1029). Lafazh ini milik Muslim
[9] Hasan: HR. Ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr (XVII/286, no. 788) dari ‘Uqbah bin ‘Amir z . Lihat Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 3484).
[10] Muttafaq ‘alaih: HR. Al-Bukhâri (no. 1413, 1417, 3595, 6023, 6539, 6540, 6563, 7512) dan Muslim (no. 1016 (68)) dari Shahabat ‘Adi bin Hâtim Radhiyallahu anhu
[11] Hasan: HR. At-Tirmidzi (no. 2499), Ibnu Mâjah (no. 4251), Ahmad (II/ 198), dan al-Hâkim (IV/244) dari Shahabat Anas bin Malik Radhiyallahu anhu. Lihat Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr wa Ziyâdatuhu (no. 4391)
[12] HR. Al-Bukhâri (no. 29).
[13] Umdatul Qâri’Syarh Shahîh al-Bukhâri  (XIV/37, hadits no. 5096)
[14] Shahih: HR. Muslim (no. 2742 (99)) dan lainnya dari Shahabat Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu
[15] Shahih: HR. Al-Bukhâri (no. 5096) dan Muslim (no. 2740 (97)), dari Shahabat Usâmah bin Zaid Radhiyallahu anhu
[16] Tafsîr Ibni Abi Hâtim (III/13, no. 5219, 5220), cet. Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, th.1427 H.
[17] Majmû’ al-Fatâwâ (XIV/461).
[18] Syarh Shahîh Muslim (II/67-68), Fat-hul Bâri, dan kitab-kitab lainnya
[19] Fat-hul Bâri (I/406)
[20]  Fat-hul Bâri (I/407).
[21] Syarh Shahîh Muslim, Fat-hul Bâri dan Bahjatun Nâzhirîn


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/12985-fitnah-wanita-dan-anjuran-wanita-untuk-bersedekah-dan-beristighfar.html